FIKSASI NITROGEN OLEH BAKTERI Rhizobium
I. PENDAHULUAN
Salah satu pendekatan untuk
melakukan penghematan dalam pemakaian pupuk anorganik, yakni dengan meningkatkan
efisiensi penggunaan N tersedia dalam tanah melalui penambatan N2,
baik secara langsung atau interaksi dengan bakteri penambat N2 (Simanungkalit
et al., 2007). Pemanfaatan bakteri fiksasi N2, baik yang
diaplikasikan melalui tanah maupun disemprotkan pada tanaman, mampu meningkatkan
efisiensi pemupukan N. Dalam upaya mencapai tujuan pertanian ramah lingkungan
dan berkelanjutan, penggunaan bakteri fikasi N2 berpotensi
mengurangi kebutuhan pupuk N sintetis, meningkatkan produksi dan pendapatan
usahatani dengan masukan yang lebih murah (Saraswati dan Sumarno, 2008).
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan
sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum,
kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar
didalamnya. Rhizobium hanya dapat
memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra
legumnya. Peranan Rhizobium terhadap
pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen
bagi tanaman inangnya (Rao, 2007).
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman
legum mampu memfiksasi 100-300 kg
N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman
berikutnya (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati, 2005). Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman leguminosa
dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Permasalahan yang perlu diperhatikan
adalah efisiensi inokulan Rhizobium
untuk jenis tanaman tertentu, tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung
pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
II. BAKTERI Rhizobium
Rhizobium
adalah salah
satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia unsur hara bagi
tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legume, kelompok bakteri ini akan
menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar didalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi
nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan
Rhizobium terhadap pertumbuhan
tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersedian nitrogen bagi tanaman inangnya
(Rao, 1994). Karakteristik bakteri Rhizobium
secara makroskopis adalah warna koloni putih susu, tidak transparan, bentuk koloni
sirkuler, konveks, semitranslusen, diameter 2–4 mm dalam waktu 3–5 hari pada
agar khamir-manitol-garam mineral. Secara mikroskopis sel bakteri Rhizobium
berbentuk batang, aerobik, gram negatif dengan ukuran 0,5–0,9 × 1,2–3 µm,
bersifat motil pada media cair, umumnya memiliki satu fagela polar atau subpolar.
Untuk pertumbuhan optimum dibutuhkan temperatur 25–30° C, pH 6–7 (kecuali
galur-galur dari tanah masam). Bakteri Rhizobium
bersifat kemoorganotropik, yaitu dapat mengunakan berbagai karbohidrat dan
garam-garam asam organik sebagai sumber karbonnya (Holl, 1975).
Bakteri Rhizobium aktif dapat diketahui secara visual dari bintil - bintil
bundar di akar tanaman. Bila akar dibelah, didalamnya akan tampak warna
kemerahan bila bagian ini dipijit, akan keluar cairan kemerahan. Bakteri Rizobium akan giat mengadakan fiksasi N
pada tanah yang kandungan nitrogennya rendah dan akan berkurang pada tanah yang
kandungan nitrogennya tinggi. Bakteri Rhizobium
mampu bertahan di dalam tanah selama beberapa tahun (Ismawati, 2003).
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman
legum mampu memfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan
sejumlah N untuk tanaman berikutnya (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati, 2005). Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan
nitrogen tanaman leguminosa dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Permasalahan yang perlu diperhatikan
adalah efisiensi inokulan Rhizobium
untuk jenis tanaman tertentu, tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung
pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
III. SIMBIOSIS ANTARA Rhizobium DENGAN LEGUMINOSA
Simbiosis antara Rhizobium dengan leguminosa dicirikan
oleh pembentukan struktur bintil akar pada tanaman inang (leguminosa).
Pembentukan bintil akar diawali dengan sekresi produk metabolisme tanaman ke
daerah perakaran yang menstimulasi pertumbuhan bakteri. Secara umum tahap
pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa terjadi melalui beberapa
tahapan, yaitu : 1. Pengenalan pasangan yang sesuai antara tanaman dengan
bakteri yang diikuti oleh pelekatan bakteri Rhizobium
pada permukaan rambut akar tanaman; 2. Invasi rambut akar oleh bakteri melalui
pembentukan benang infeksi; 3. Perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang
infeksi; 4. Pembentukan sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut
sebagai bakteriod, didalam sel akar tanaman; 5. Pembelahan sel tanaman dan
bakteri sehingga terbentuk bintil akar.
Simbiosis antara strain-strain Rhizobium dengan spesies leguminosa
terdapat perbedaan dalam keserasiannya, bahkan keserasian dalam hubungan
simbiosis itu terdapat antara strain-strain Rhizobium
dengan varietas-varietas tanaman leguminosa. Hubungan yang serasi akan
menghasilkan bintil akar yang sangat efektif dalam fiksasi nitrogen (Yutono,
1985) (Tabel 1).
Tabel 1. Beberapa spesies Rhizobium dan tanaman simbiosisnya.
No.
|
Spesies Rhizobium
|
Tanaman Simbiosis
|
1
|
R.
leguminasorum
|
Pea (Pisum spp), lentil ( Lens
culinaris)
|
2
|
R.
phaseoli
|
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris)
|
3
|
R.
trifolii
|
Clover ( Trifolium subteranim)
|
4
|
R.
melioti
|
Alfafa (Medicago sativa)
|
5
|
R.
lupini
|
Lupin (Lupinus, spp)
|
6
|
R.
japonicum
|
Kedelai ( Glycine max)
|
7
|
Rhizobium.
spp
|
Cowpea (Vigna, spp),
kacang tanah (Desmodium spp)
|
Sumber : Dewi, (2007).
Salah satu sifat penting dalam
pola pembentukan bintil akar adalah waktu yang dibutuhkan untuk membentuk
bintil akar dan memulai fiksasi N2. Permulaan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah strain Rhizobia. Strain yang pertama
membentuk bintil akar adalah strain yang mampu bersaing dengan bakteri yang membentuk
bintil akar lebih lambat. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pembentukan
bintil akar adalah populasi Rhizobia, kelembaban tanah dan kandungan nitrogen
tanah (Gibson et al., 1987).
Bakteri yang terdapat didalam
akar kemudian tumbuh secara cepat dan mengalami perubahan bentuk menjadi struktur
bercabang yang disebut sebagai bakteroid. Bakteroid dikelilingi oleh membran sel
tanaman yang disebut membran peribakteroid. Pengikatan nitrogen baru dapat terjadi
setelah terbentuk struktur bakteroid. Jika tanaman mati maka bintil akar akan
rusak sehingga bakteri terlepas keluar dari sel - sel akar tanaman (Yuwono,
2006).
IV. PROSES FIKSASI NITROGEN OLEH
Rhizobium
Untuk mengfiksasi nitrogen, bakteri
Rhizobium menggunakan enzim nitrogenase,
dimana enzim ini akan menambat gas nitrogen di udara dan merubahnya menjadi gas
amoniak dan kemudian asetylen menjadi ethylen. Gen yang mengatur proses penambatan ini adalah
gen nif (nitrogen - fixation). Gen – gen nif
ini berbentuk suatu rantai, tidak terpencar kedalam sejumlah DNA yang sangat
besar yang menyusun kromosom bakteri, tetapi semuanya terkelompok dalam suatu
daerah. Nitrogenase adalah dua
protein kompleks. Satu komponen,
dinamakan nitrogenase reduktase (NR) adalah besi (Fe) berisi protein yang
menerima elektron dari ferredoxin, reduktat kuat, dan kemudian mengirimkannya
kekomponen lainnya dinamakan nitrogenase atau MOFe protein
(Iron-Molybdenum Protein).
Reduksi N2 ke NH3
di dalam nodul dari legum dikatalisis oleh enzim Nitrogenase dalam bakteroid Rhizobium. Enzim ini dipengaruhi oleh
oksigen, menyebabkan inaktivasi yang tidak balik. Suatu hal penting yang perlu
diperhatikan bila melakukan ekstraksi dan pemurnian enzim ini ialah kondisinya
yang anaerobik. Enzim ini terdiri dari 2 protein yang mengkatalisis reduksi N2
(tidak akan mengkatalisis reduksi N2 tanpa yang lainnya).
Dalam proses fiksasi nitrogen,
baik nitrogenase (protein Mo-Fe) maupun nitrogenase reduktase (protein Fe)
bersifat esensial dalam penambatan nitrogen. Protein Fe berintekrasi dengan Mg++
sedangkan protein Mo-Fe mengkatalisis reduksi N2 menjadi NH3,
H+ menjadi H2 dan mengubah asitetilen menjadi etilen.
Selama penambatan nitrogen, sumber reduktan untuk transfer electron berasal
dari ferredoxin atau flavodoxin yang tereduksi. Ferrodoxin yang tereduksi
memberikan electron ke frotein Fe sehingga mereduksi protein Mo-Fe dan diikuti
oleh pelepasan phosphat anorganik (Pi). kompleks enzim nitrogenase memperoleh
energi dari ATP yang dihasilkan pada saat terjadi proses respirasi. Akhirnya,
protein Mo-Fe memberikan electron ke substrat yang dapat direduksi, misalnya N2.
Secara umum reaksi penambatan nitrogen pada bintil akar legume dapat dituliskan
dalam persamaan sebagai berikut :
Mg ++
N2 + 16 ATP + 8 e- + 10 H+ --------- > 2
NH4+ + H2+ + 16 ADP + 16 Pi
Ammonia adalah produk stabil
pertama pada proses fiksasi nitrogen. Setelah terbentuk, ammonia kemudian
ditransfer melalui membran bakteroid ke sel tanaman yang selanjutnya akan
digunakan dalam metabolisme tanaman. (Yuwono, 2006).
V. PEMANFAATAN Rhizobium UNTUK FIKSASI N2 SEBAGAI
EFISIENSI PEMUPUKAN NITROGEN
Salah satu pendekatan untuk
melakukan penghematan dalam pemakaian pupuk anorganik, yakni meningkatkan
efisiensi penggunaan N tersedia dalam tanah melalui penambatan N2,
baik secara langsung atau interaksi dengan bakteri penambat N2. Pemanfaatan
bakteri penambat N2, baik yang diaplikasikan melalui tanah ataupun
benih (seed coating) mampu meningkatkan
efisiensi pemupukan N (Simanungkalit et al., 2007).
Hasil penelitian Surtiningsih et al., (2009) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian spesies Rhizobium yang berbeda terhadap hasil
rata-rata biomasa tanaman, berat bintil akar dan berat kering biji. Hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (a > 0,05) antara
spesies Rhizobium yang berbeda
terhadap biomasa tanaman, berat bintil akar dan berat kering biji
kedelai/tanaman, walaupun demikian pemberian pupuk bakteri Rhizobium japonicum, R. phaseoli, R. leguminosarum dan
Campuran Rhizobium menunjukkan hasil
yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi bakteri Rhizobium) baik untuk pertumbuhan maupun
produksi berat kering biji kedelai/tanaman, sementara itu pengaruh campuran
spesies Rhizobium (campuran R1, R2,
R3) menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada pupuk bakteri spesies tunggal
terhadap pertumbuhan (biomasa = 5,7 ± 8,9 g), bintil akar (26,2 ± 39,7 mg)
maupun produksi tanaman berat kering biji kedelai (8,0 ± 15,1 g/tanaman) (Tabel
2).
Tabel 2. Pengaruh
pemberian spesies Rhizobium terhadap
biomassa tanaman, berat bintil akar dan berat kering biji kedelai/tanaman
No
|
Spesies Rhizobium
|
Biomasa tanaman
(g)
|
Berat bintil akar/tanaman
(mg)
|
Berat kering biji/tanaman
(g)
|
1
|
R0 = Kontrol
|
1,0 ±
0,6
|
2,9 ±
5,0
|
0,89 ±
0,4
|
2
|
R1 = R. japonicum
|
2,8 ±
0,8
|
21,5 ±
29,4
|
4,9 ±
5,2
|
3
|
R2 = R. phaseoli
|
3,9 ±
1,4
|
8,2 ±
10,4
|
3,8 ±
0,7
|
4
|
R3 = R. leguminosarum
|
2,7 ±
3,9
|
2,2 ±
3,4
|
2,7 ±
2,0
|
5
|
R4 = Campuran R1, R2, R3
|
5,7 ±
8,9
|
26,2 ±
39,7
|
8,0 ±
15,1
|
Sumber : Surtiningsih et al., (2009).
Madigan et al., (2002), mengungkapkan bahwa
bintil akar efektif mampu menambat nitrogen dari udara dan mengkonversi N
menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman kacang-kacangan. Elkan
(1992), menjelaskan bahwa terbentuknya bintil akar efektif yang lebih banyak
mampu meningkatkan penambatan nitrogen yang selanjutnya digunakan untuk
membentuk klorofl dan enzim. Peningkatan klorofl dan enzim mampu meningkatkan
fotosintesis yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan
generatif (hasil produksi biji) tanaman.
Tabel 3 menunjukkan pengaruh
pemberian dosis inokulum bakteri Rhizobium
terhadap hasil rata-rata biomasa tanaman, berat bintil akar dan berat kering
biji kedelai/tanaman. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata (a > 0,05) antara dosis inokulum bakteri Rhizobium yang berbeda terhadap biomasa tanaman, berat bintil akar
dan berat kering biji, walaupun demikian ada kecenderungan pemberian inokulum
bakteri Rhizobium dengan dosis 5 dan 10
ml, menunjukkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa
diberi bakteri Rhizobium) baik untuk pertumbuhan
maupun produksi berat kering biji kedelai/tanaman, sementara itu pengaruh dosis
inokulum bakteri Rhizobium 10 ml (D2)
menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada dosis inokulum bakteri Rhizobium 5 ml maupun kontrol (tanpa
diberi inokulum bakteri Rhizobium),
baik terhadap pertumbuhan (biomasa = 4,73 ± 6,52 g), bintil akar (22,94 ± 33,61
mg) maupun produksi tanaman berat kering biji kedelai (6,06 ± 10,49 g/tanaman).
Tabel 3. Pengaruh
pemberian dosis inokulum bakteri Rhizobium
terhadap biomasa tanaman, berat bintil akar dan berat kering biji
kedelai/tanaman
No.
|
Dosis
inokulum
bakteri Rhizobium
|
Biomassa
tanaman
(g)
|
Berat
bintil
akar/tanaman
(mg)
|
Berat
kering
biji/tanaman
(g)
|
1
|
D0
= kontrol
|
1,0 ± 0,6
|
2,9 ± 5,0
|
0,89 ± 0,4
|
2
|
D1
= 5 ml
|
2,28 ± 1,76
|
5,1 ± 9,23
|
3,13 ± 3,85
|
3
|
D2
= 10 ml
|
4,73 ± 6,52
|
22,94 ± 33,61
|
6,06 ± 10,49
|
Sumber : Surtiningsih et al., (2009).
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, I. R. 2007. Fiksasi
N Biologis pada Ekosistem Tropis. Tugas Makalah Mata Kuliah Biofertilisasi.
Program Pasca Sarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Ghanem, R. A.,
Boggs, L. C. and Smith, J. L. 2011. Cultivar Effects On Nitrogen Fixation In
Peas And Lentils. Crop and Soil Sciences, Washington State University, USA.
Saraswati, R. dan
Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah Sebagai komponen Teknologi
Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Iptek tanaman Pangan.
Simanungkalit, R.
D. M., Saraswati, R., Hastuti, R, D. dan Husen, E. 2007. Bakteri Penambat Nitrogen.
Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian.
Surtiningsih, T.,
Farida, dan Nurhariyati. 2009. Biofertilisasi Bakteri Rhizobium Pada Tanaman Kedelai. Departemen Biologi, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.