Rabu, 22 Februari 2012

PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES OKSIDASI DAN REDUKSI SULFUR ANORGANIK


PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES OKSIDASI DAN REDUKSI SULFUR ANORGANIK  


I.     PENDAHULUAN

Sulfur merupakan unsur esensial baik bagi kehidupan mikrobia tanah dan bagi tanaman. Dalam jaringan tanaman terkandung sekitar 0,2 - 0,5 % S dari seluruh berat kering tanaman. kekurangan unsur ini pada tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Gejala awal yang menunjukkan bahwa suatu tanaman kekurangan unsur sulfur adalah terjadinya klorosis pada daun muda. Klorosis terjadi sebagai akibat dari adanya gangguan pada proses pembentukan Ferrodoksin, sehingga fotosintesis terhambat (Ma’shum, 2003).      
Di dalam tanah sulfur terdapat dalam bentuk S organik (mencapai sekitar 90-95% dari total S tanah) dan sisanya berupa S anorganik. Sulfur di dalam tanah sumber aslinya berasal dari batuan pirit (FeS2). Selama proses pelapukan, S dalam pirit dioksidasikan menjadi bentuk S-SO4. Dalam bentuk S anorganik inilah, sulfur diasimilasi oleh tanaman dan beberapa mikrobia tanah, yang selanjutnya diincorporasikan ke dalam bentuk S organik. Selanjutnya, ketika senyawa S organik masuk ke dalam tanah akan terurai kembali melalui proses mineralisasi dan menjadi sumber utama S bagi pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah. Selain dalam bentuk S-SO4, beberapa organisme dapat menggunakan S anorganik dalam bentuk sederhana (S elementer, dan sulfida) dan juga S organik (Ma’shum, 2003).      
Pada tanah pertanian di daerah kering, S anorganik terdapat sebagai garam sulfat dari Ca, Mg, Na dan NH4. Di bawah kondisi basah, SO4 2-  berada dalam larutan tanah atau terjerap pada koloit tanah, terutama oleh liat kaolinit dan oksidasi hidrous Fe dan Al. Jerapan SO4 2- meningkat dengan menurunnya pH tanah dan dengan tingginya kandungan mineral kaolinit. Di bawah kondisi tergenang, S anorganik berada dalam bentuk S reduksi seperti FeS2 dan H2S.
 Di dalam tanah terjadi berbagai transformasi bentuk-bentuk sulfur organik dan anorganik. Mekanisme mana yang memegang peranan penting ditentukan oleh kondisi lingkungannya, komposisi bahan organik atau anorganik dan mikrobia yang terlibat. Salah satu proses transformasi bentuk sulfur anorganik adalah melalui reaksi oksidasi dan reduksi yang melibatkan mikrobia tanah.

II.  PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES OKSIDASI SULFUR ANORGANIK

            Di dalam tanah oksidasi S anorganik tidak semua berlangsung secara enzimatik, tetapi adakalanya berlangsung secara kimiawi, dan adakalanya beberapa tahapan reaksi bersifat non biologis. Sulfida dan S elementer dapat dioksidasi secara kimia, tetapi proses reaksinya berlangsung lebih lambat jika dibandingkan secara biologi kalau kondisi lingkungan memungkinkan terjadinya proses tersebut. Pada kondisi suhu dan kelembaban sekitar optimum, perombakan kimia hampir tidak berperanan dibandingkan dengan perombakan biologis.
            Kelompok mikrobia tanah yang terlibat dalam proses oksidasi biologi dari sulfur anorganik berasal dari kelompok bakteri yang tergolong khemoautotrof dan heterotrof. Di samping itu terdapat dari golongan bakteri yang membentuk benang dan bakteri sulfur hijau dan ungu.
            Kelompok bakteri khemoautotrof terutama berasal dari genus Thiobacillus. Terdapat lima spesies Thiobacillus yang telah banyak dipelajari yaitu (Ma’shum, 2003) :
1.   Thiobacillus thiooxidans, termasuk khemoauototrof yang mengoksidasi S elemen dan tumbuh aktif pada pH 3 atau lebih rendah. Oleh karenanya oksidasi sulfur oleh bakteri ini berlangsung sangat cepat pada kebanyakan tanah bereaksi masam. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :

S + 1 ½ O2 + H2O   ---------------------->    H2SO4

2.      Thiobacillus thioparus, termasuk hemoautotrof oblogat dan tumbuh aktif pada pH netral, dan tergolong sebagai bakteri yang peka terhadap kondisi masam. Bakteri ini mempunyai ciri khusus yakni dapat mengendapkan sulfur bebas pada permukaan media cair selama oksidasi thiosulfat. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :

      Na2S4O6 + Na2CO3 + 1/2O2   ---------------------->   2Na2SO4 + 2 S + CO2

3.    Thiobacillus novellus, mikrobia ini tidak menggunakan S elemen tetapi akan mengoksidasi baik senyawa S organik maupun garam S, dan dapat berkembang baik dalam kondisi anaerobik. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada sekitar netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :

      Na2S2O3 + 2O2 + H2O  ------------------------>  2 NaHSO4

4.   Thiobacillus denitrificans, mikrobia ini menggunakan O sebagai aseptor elektron dalam suasana aerobik, dan menggunakan nitrat sebagai aseptor elektron dalam kondisi anaerobik. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini menggunakan nitrat menjadi gas nitrogen, dan pada saat yang sama tiosulfat atau beberapa senyawa sulfur lainnya dioksidasi. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada sekitar netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :

      5 S + 6 KNO3 + 2H2O  ---------------------->   K2SO4 + 4 KHSO4 + 3H2

5.       Thiobacillus ferroxidans, dapat menggunakan garam fero atau sulfur sebagai sumber energinya. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini sekitar 2 sampai 3,5.

            Dalam Proses oksidasi S anorganik menjadi sulfat oleh Thiobacillus, terdapat tiga lintasan yaitu : Lintasan pertama S elemen diubah menjadi sulfit; lintasan kedua beberapa sulfit bereaksi dengan sisa-sisa sulfur menjadi tiosulfat; lintasan ketiga tiosulfat mungkin dipecah menjadi sulfit dan sulfur atau diubah menjadi tetrationat kemudian tetrationat dapat dimetabolik menjadi sulfur dan sulfit, yang selanjutnya dioksidasi menjadi sulfat.
Sulfat akan tereduksi menjadi bentuk sulfida pada kondisi air tergenang (anaerobik), atau sebagai S elementer pada lingkungan yang kondisi aerobik dan anaerobiknya yang terjadi bergantian. Sulfur elementer merupakan sumber S yang baik, tetapi dia harus teroksidasi dulu secara biologi menjadi SO4 2-, dipacu oleh bakteri Thiobacillus thiooxidans, sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Munawar, 2011).
            Kelompok mikrobia heterotrof yang juga mengoksidir senyawa S anorganik berasal dari kelompok bakteri, aktinomisetes dan fungi. Sebagai contoh, bakteri yang terlibat dari golongan ini adalah dari genus Arthrobacter, Bacillus, Flavobatrium dan Pseudomonas. Bakteri-bakteri ini mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat apabila ada nutrisi organik. Kecepatan reaksi ini lebih lambat dari pada reaksi yang dikatalisir oleh juga mengoksidir senyawa S anorganik. Selanjutnya fungi yang berfilamen dapat pula menghasilkan sulfat dari substrat organik seperti sestein, thiourea, metionin. Fungi-fungi tersebut berasal dari genus Aspergillus, Penicillium dan Microsporum (Ma’shum, 2003).
            Oksidasi bubukan sulfur menghasilkan banyak asam sulfat, karenanya penambahan sulfur ke tanah akan sama pengaruhnya dengan penambahan asam sulfat terhadap kemasaman tanah. Pada pemberian sulfur dengan takaran tinggi, pH tanah netral bisa mencapai 2 setelah beberapa bulan. Dalam hal ini kelompok bakteri yang paling bertanggung jawab adalah T. thiooxidans, T. thiooparus, T. denitrificans.
            Oksidasi unsur sulfur dapat menyebabkan pelarutan mineral tanah. Asam sulfat yang dibentuk beraksi dengan mineral dan bahan sukar larut lainnya yang menyebabkan terjadinya mobilitas unsur hara. Oleh karenanya masukan bubuk sulfur ke dalam tanah sering kali meningkatkan jumlah fosfat terlarut, K, Ca, Mg, Mn dan Al.
           
III.  PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES REDUKSI SULFUR ANORGANIK

            Dalam tanah dengan suasana anerobik, kadar sulfida meningkat nisbi tinggi umumnya mencapai lebih dari 150 ppm pada kondisi sedemikian kepekatan SO4 menurun sehingga seringkali terjadi zone pengendapan fero sulfida dalam profil tanah. Jika proses ini berlangsung maka akan terjadi peningkatan jumlah bakteri pereduksi sulfa. Sulfida yang tertimbun dalam tanah kebanyakan berasal dari reduksi sulfat dan sekalipun juga dapat berasal dari mineralisasi senyawa  S organik dalam suasana anaerobik.
Bentuk S sulfida banyak dijumpai pada tanah-tanah yang senantiasa tergenang. Pada kondisi reduktif, sulfat akan tereduksi menjadi sulfida (H2S) dengan bantuan bakteri pereduksi sulfat, seperti genus Desulfovibrio. Reaksi reduksi ini akan berlangsung dengan baik jika tanahnya mempunyai kandungan bahan organik tinggi (Munawar, 2011).
            Mikrobia pereduksi sulfat terutama dari bakteri Desulfovibrio, yang merupakan golongan bakteri yang tidak membentuk spora, obligat anaerobik dan menghasilkan H2S dari reduksi SO4 dengan kecepatan tinggi. Bakteri ini berbentuk batang yang lengkung dan bergerak dengan flegellum pada satu ujung tubuhnya. Spesies Desulfovibrio yang umum berperan dalam proses reduksi ini adalah Desulfovibrio desulfuricans. Spesies ini hidup pada kisaran pH yang sempit, dan tidak dapat tumbuh dalam medium dengan pH kurang dari 5,5. Kenyataan ini boleh jadi ada hubungannya dengan kurangnya pembentukan sulfida pada kondisi masam. Genus kedua yang aktif dalam proses reduksi sulfat adalah Desulfoto maculum. Bakteri tersebut mereduksi sulfat menjadi sulfida. Beberapa isolat dari Desulfovibrio desulfuricans juga menggunakan molekul hidrogen untuk mereduksi sulfat, sulfit dan tiosulfat (Ma’shum, 2003).
            Kedua genus bakteri tersebut tidak menggunakan oksigen atmosfer dan atau S organik sebagai aseptor elektron bagi pertumbuhannya. Bakteri-bakteri tersebut menggunakan sulfat dan bentuk S anorganik lain (tiosulfat, dan tetrathionat) sebagai aseptor elektron dalam proses pertumbuhannya dan sekaligus sebagai sumber S untuk bahan penyusun sel. Energi yang diperlukan oleh mikrobia tersebut bersumber dari senyawa-senyawa organik seperti, sejumlah karbohidrat dan asam organik.
            Mekanisme pembentukan H2S dari reduksi sulfat masih belum selengkapnya jelas, namun demikian dapat dipastikan bahwa sebagian tahap awal dari reduksi tersebut adalah pembentukan sulfit. Tahap selanjutnya adalah reduksi sulfit menjadi sulfida melalui tiga lintasan yaitu: (1) reduksi sulfit langsung menghasilkan sulfida; (2) sulfit direduksi menjadi tiosulfida, kemudian dipecah menghasilkan sulfida; dan (3) reduksi sulfit menghasilkan tritionat, kemudian dikonversi menjadi tiosulfat dan sulfit (Ma’shum, 2003).

DAFTAR PUSTAKA


Ma’shum, M., Soedarsono, J., Susilowati, L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP, Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, Ditjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor.

Tidak ada komentar: