PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES OKSIDASI
DAN REDUKSI SULFUR ANORGANIK
I. PENDAHULUAN
Sulfur
merupakan unsur esensial baik bagi kehidupan mikrobia tanah dan bagi tanaman.
Dalam jaringan tanaman terkandung sekitar 0,2 - 0,5 % S dari seluruh berat
kering tanaman. kekurangan unsur ini pada tanaman menyebabkan pertumbuhan
tanaman terganggu. Gejala awal yang menunjukkan bahwa suatu tanaman kekurangan
unsur sulfur adalah terjadinya klorosis pada daun muda. Klorosis terjadi
sebagai akibat dari adanya gangguan pada proses pembentukan Ferrodoksin, sehingga fotosintesis
terhambat (Ma’shum, 2003).
Di
dalam tanah sulfur terdapat dalam bentuk S organik (mencapai sekitar 90-95%
dari total S tanah) dan sisanya berupa S anorganik. Sulfur di dalam tanah
sumber aslinya berasal dari batuan pirit (FeS2). Selama proses
pelapukan, S dalam pirit dioksidasikan menjadi
bentuk S-SO4. Dalam bentuk S anorganik inilah, sulfur diasimilasi
oleh tanaman dan beberapa mikrobia tanah, yang selanjutnya diincorporasikan ke
dalam bentuk S organik. Selanjutnya, ketika senyawa S organik masuk ke dalam
tanah akan terurai kembali melalui proses mineralisasi dan menjadi sumber utama
S bagi pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah. Selain dalam bentuk S-SO4,
beberapa organisme dapat menggunakan S anorganik dalam bentuk sederhana (S
elementer, dan sulfida) dan juga S organik (Ma’shum, 2003).
Pada
tanah pertanian di daerah kering, S anorganik terdapat sebagai garam sulfat
dari Ca, Mg, Na dan NH4. Di bawah kondisi basah, SO4 2-
berada dalam larutan tanah atau
terjerap pada koloit tanah, terutama oleh liat kaolinit dan oksidasi hidrous Fe
dan Al. Jerapan SO4 2- meningkat dengan menurunnya pH
tanah dan dengan tingginya kandungan mineral kaolinit. Di bawah
kondisi tergenang, S anorganik berada dalam bentuk S reduksi seperti FeS2
dan H2S.
Di dalam tanah terjadi berbagai transformasi
bentuk-bentuk sulfur organik dan anorganik. Mekanisme mana yang memegang
peranan penting ditentukan oleh kondisi lingkungannya, komposisi bahan organik
atau anorganik dan mikrobia yang terlibat. Salah satu proses transformasi
bentuk sulfur anorganik adalah melalui reaksi oksidasi dan reduksi yang
melibatkan mikrobia tanah.
II.
PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES OKSIDASI SULFUR ANORGANIK
Di dalam tanah oksidasi S anorganik
tidak semua berlangsung secara enzimatik, tetapi adakalanya berlangsung secara
kimiawi, dan adakalanya beberapa tahapan reaksi bersifat non biologis. Sulfida
dan S elementer dapat dioksidasi secara kimia, tetapi proses reaksinya berlangsung
lebih lambat jika dibandingkan secara biologi kalau kondisi lingkungan
memungkinkan terjadinya proses tersebut. Pada kondisi suhu dan kelembaban
sekitar optimum, perombakan kimia hampir tidak berperanan dibandingkan dengan
perombakan biologis.
Kelompok mikrobia tanah yang
terlibat dalam proses oksidasi biologi dari sulfur anorganik berasal dari
kelompok bakteri yang tergolong khemoautotrof dan heterotrof. Di samping itu
terdapat dari golongan bakteri yang membentuk benang dan bakteri sulfur hijau
dan ungu.
Kelompok bakteri khemoautotrof
terutama berasal dari genus Thiobacillus.
Terdapat lima spesies Thiobacillus
yang telah banyak dipelajari yaitu (Ma’shum, 2003) :
1. Thiobacillus
thiooxidans, termasuk khemoauototrof yang
mengoksidasi S elemen dan tumbuh aktif pada pH 3 atau lebih rendah. Oleh
karenanya oksidasi sulfur oleh bakteri ini berlangsung sangat cepat pada
kebanyakan tanah bereaksi masam. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang
dikatalis oleh spesies ini adalah :
S + 1 ½ O2 +
H2O ----------------------> H2SO4
2. Thiobacillus
thioparus, termasuk hemoautotrof oblogat dan tumbuh aktif
pada pH netral, dan tergolong sebagai bakteri yang peka terhadap kondisi masam.
Bakteri ini mempunyai ciri khusus yakni dapat mengendapkan sulfur bebas pada
permukaan media cair selama oksidasi thiosulfat. Persamaan reaksi oksidasi S
anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
Na2S4O6
+ Na2CO3 + 1/2O2 ----------------------> 2Na2SO4
+ 2 S + CO2
3. Thiobacillus
novellus, mikrobia ini tidak menggunakan S elemen tetapi
akan mengoksidasi baik senyawa S organik maupun garam S, dan dapat berkembang
baik dalam kondisi anaerobik. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada
sekitar netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S
anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
Na2S2O3
+ 2O2 + H2O ------------------------> 2
NaHSO4
4. Thiobacillus
denitrificans, mikrobia ini menggunakan O sebagai
aseptor elektron dalam suasana aerobik, dan menggunakan nitrat sebagai aseptor
elektron dalam kondisi anaerobik. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini
menggunakan nitrat menjadi gas nitrogen, dan pada saat yang sama tiosulfat atau
beberapa senyawa sulfur lainnya dioksidasi. Reaksi tanah optimum untuk bakteri
ini ada pada sekitar netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi
oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
5 S + 6 KNO3 + 2H2O ----------------------> K2SO4
+ 4 KHSO4 + 3H2
5. Thiobacillus
ferroxidans, dapat menggunakan garam fero atau
sulfur sebagai sumber energinya. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini sekitar
2 sampai 3,5.
Dalam Proses oksidasi S anorganik
menjadi sulfat oleh Thiobacillus,
terdapat tiga lintasan yaitu : Lintasan pertama S elemen diubah menjadi sulfit;
lintasan kedua beberapa sulfit bereaksi dengan sisa-sisa sulfur menjadi
tiosulfat; lintasan ketiga tiosulfat mungkin dipecah menjadi sulfit dan sulfur
atau diubah menjadi tetrationat kemudian tetrationat dapat dimetabolik menjadi
sulfur dan sulfit, yang selanjutnya dioksidasi menjadi sulfat.
Sulfat
akan tereduksi menjadi bentuk sulfida pada kondisi air tergenang (anaerobik),
atau sebagai S elementer pada lingkungan yang kondisi aerobik dan anaerobiknya
yang terjadi bergantian. Sulfur elementer merupakan sumber S yang baik, tetapi
dia harus teroksidasi dulu secara biologi menjadi SO4 2-,
dipacu oleh bakteri Thiobacillus
thiooxidans, sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Munawar, 2011).
Kelompok mikrobia heterotrof yang
juga mengoksidir senyawa S anorganik berasal dari
kelompok bakteri, aktinomisetes dan fungi. Sebagai contoh, bakteri yang
terlibat dari golongan ini adalah dari genus Arthrobacter, Bacillus, Flavobatrium dan Pseudomonas. Bakteri-bakteri ini mengoksidasi tiosulfat menjadi
tetrationat apabila ada nutrisi organik. Kecepatan reaksi ini lebih lambat dari
pada reaksi yang dikatalisir oleh juga mengoksidir senyawa S anorganik. Selanjutnya fungi yang berfilamen
dapat pula menghasilkan sulfat dari substrat organik seperti sestein, thiourea,
metionin. Fungi-fungi tersebut berasal dari genus Aspergillus, Penicillium dan Microsporum (Ma’shum, 2003).
Oksidasi bubukan sulfur menghasilkan
banyak asam sulfat, karenanya penambahan sulfur ke tanah akan sama pengaruhnya
dengan penambahan asam sulfat terhadap kemasaman tanah. Pada pemberian sulfur
dengan takaran tinggi, pH tanah netral bisa mencapai 2 setelah beberapa bulan.
Dalam hal ini kelompok bakteri yang paling bertanggung jawab adalah T. thiooxidans, T. thiooparus, T. denitrificans.
Oksidasi unsur sulfur dapat
menyebabkan pelarutan mineral tanah. Asam sulfat yang dibentuk beraksi dengan
mineral dan bahan sukar larut lainnya yang menyebabkan terjadinya mobilitas
unsur hara. Oleh karenanya masukan bubuk sulfur ke dalam tanah sering kali
meningkatkan jumlah fosfat terlarut, K, Ca, Mg, Mn dan Al.
III. PERANAN MIKROBIA DALAM PROSES REDUKSI SULFUR
ANORGANIK
Dalam tanah dengan suasana anerobik,
kadar sulfida meningkat nisbi tinggi umumnya mencapai lebih dari 150 ppm pada
kondisi sedemikian kepekatan SO4 – menurun sehingga
seringkali terjadi zone pengendapan fero sulfida dalam profil tanah. Jika
proses ini berlangsung maka akan terjadi peningkatan jumlah bakteri pereduksi
sulfa. Sulfida yang tertimbun dalam tanah kebanyakan berasal dari reduksi
sulfat dan sekalipun juga dapat berasal dari mineralisasi senyawa S organik dalam suasana anaerobik.
Bentuk
S sulfida banyak dijumpai pada tanah-tanah yang senantiasa tergenang. Pada
kondisi reduktif, sulfat akan tereduksi menjadi sulfida (H2S) dengan
bantuan bakteri pereduksi sulfat, seperti genus Desulfovibrio. Reaksi reduksi ini akan berlangsung dengan baik jika
tanahnya mempunyai kandungan bahan organik tinggi (Munawar, 2011).
Mikrobia pereduksi sulfat terutama
dari bakteri Desulfovibrio, yang
merupakan golongan bakteri yang tidak membentuk spora, obligat anaerobik dan
menghasilkan H2S dari reduksi SO4 – dengan
kecepatan tinggi. Bakteri ini berbentuk batang yang lengkung dan bergerak
dengan flegellum pada satu ujung tubuhnya. Spesies Desulfovibrio yang umum berperan dalam proses reduksi ini adalah Desulfovibrio desulfuricans. Spesies ini
hidup pada kisaran pH yang sempit, dan tidak dapat tumbuh dalam medium dengan
pH kurang dari 5,5. Kenyataan ini boleh jadi ada hubungannya dengan kurangnya
pembentukan sulfida pada kondisi masam. Genus kedua yang aktif dalam proses
reduksi sulfat adalah Desulfoto maculum.
Bakteri tersebut mereduksi sulfat menjadi sulfida. Beberapa isolat dari Desulfovibrio desulfuricans juga
menggunakan molekul hidrogen untuk mereduksi sulfat, sulfit dan tiosulfat
(Ma’shum, 2003).
Kedua genus bakteri tersebut tidak
menggunakan oksigen atmosfer dan atau S organik sebagai aseptor elektron bagi
pertumbuhannya. Bakteri-bakteri tersebut menggunakan sulfat dan bentuk S
anorganik lain (tiosulfat, dan tetrathionat) sebagai aseptor elektron dalam
proses pertumbuhannya dan sekaligus sebagai sumber S untuk bahan penyusun sel.
Energi yang diperlukan oleh mikrobia tersebut bersumber dari senyawa-senyawa
organik seperti, sejumlah karbohidrat dan asam organik.
Mekanisme pembentukan H2S
dari reduksi sulfat masih belum selengkapnya jelas, namun demikian dapat dipastikan
bahwa sebagian tahap awal dari reduksi tersebut adalah pembentukan sulfit.
Tahap selanjutnya adalah reduksi sulfit menjadi sulfida melalui tiga lintasan
yaitu: (1) reduksi sulfit langsung menghasilkan sulfida; (2) sulfit direduksi
menjadi tiosulfida, kemudian dipecah menghasilkan sulfida; dan (3) reduksi
sulfit menghasilkan tritionat, kemudian dikonversi menjadi tiosulfat dan sulfit
(Ma’shum, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Ma’shum, M.,
Soedarsono, J., Susilowati, L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP, Bagpro
Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, Ditjen Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Munawar,
A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar