Minggu, 02 Agustus 2020

PERANAN BORON TERHADAP VIABILITAS POLEN DAN HASIL TANAMAN


PERANAN BORON TERHADAP VIABILITAS POLEN DAN HASIL TANAMAN


I.  PENDAHULUAN

Ketersediaan nutrisi makro dan mikro sangat penting bagi tanaman. Salah satu unsur mikro yaitu boron (B) berperan dalam meningkatkan fertilitas polen sehingga ovule dapat dibuahi dan embrio yang tumbuh akan berkembang menjadi biji (Dell and Malajzcuk 1994). Polen yang viabel merupakan syarat untuk pembentukan biji (Shivanna and Sawhney, 1997). Salah satu usaha untuk memperbaiki pembentukan biji dapat dilakukan melalui peningkatan viabilitas polen.
Marschner, (2012) mengemukakan bahwa boron berperan dalam mendukung fertilitas pollen yaitu dengan meningkatkan daya kecambah tabung polen sehingga fertilisasi (pembuahan) dapat terjadi. Menurut Rerkarsem et al. (1997) kekurangan boron mengakibatkan bunga jantan steril karena fertilitas polen yang menurun sehingga produksi biji rendah. Boron memiliki fungsi yang sangat penting di dalam tanaman yang berkaitan langsung dengan pencapaian produktivitas tanaman yaitu pengaruhnya terhadap pembungaan, perkecambahan, dan pertumbuhan polen (Havlin et al, 2005). Boron berperan dalam siklus reproduksi tanaman antara lain dalam produksi dan perkecambahan polen (Blevins and Lukaszewski, 1998).  
Penelitian tentang viabilitas polen dan pertumbuhan tabung polen yang meningkat dengan pemupukan boron telah diteliti pada tanaman padi (Garg et al., 1979). Demikian juga pada tanaman lain seperti tanaman tomat (Meena, 2010), brokoli (Firoz et al., 2008) dan gandum (Rerkarsem et al., 1997). Garg et al. (1979) menyatakan bahwa perbaikan viabilitas polen pada tanaman padi merupakan efek stimulasi boron dalam meningkatkan ketersediaan gula, aktivitas enzimatik, dan respirasi yang diperlukan untuk perbaikan pertumbuhan polen.
Rerkasem et al. (1997) menyatakan bahwa aplikasi boron dengan konsentrasi yang berbeda mempengaruhi perkembangan organ reproduksi yaitu bunga. Pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi tidak lepas dari peran boron dalam proses fisiologis tanaman seperti penyusun struktur dinding sel, proses lignifikasi dan menjaga permeabilitas membran plasma (Dell and Malajzcuk, 1994). Kekurangan boron pada fase generatif menyebabkan dinding sel yang terbentuk di organ reproduksi tipis, rapuh dan menyebabkan penurunan fungsi mekanis sehingga mengakibatkan bakal bunga gugur. Perkembangan dinding sel yang abnormal akibat kekurangan boron menyebabkan kematian sel. Boron berperan penting sebagai penyusun dinding sel karena berikatan dengan senyawa polisakarida (gula) rhamnogalacturonan II membentuk pektin dinding sel (Marschner, 2012).
Sementara itu Brown and Hu, (1994) mengemukakan boron pada dinding sel berperan mendukung penyusunan senyawa polimer (selulosa dan hemiselulosa), transport enzim penyusun dinding sel dan senyawa polimer dari protoplasma ke dalam dinding sel. Boron berfungsi menyusun membran plasma dinding sel dengan menjaga permeabilitas dinding sel (Marschner, 2012). Selain itu boron dalam tanaman berperan dalam mengatur metabolisme fenol dan aktivitas auksin (IAA) (Cakmak et al., 1995). Kekurangan boron dapat meningkatkan akumulasi fenol sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya pada fase generatif.
Dell and Malajzcuk (1994) menyatakan jika kekurangan boron pada fase perkembangan biji pada tanaman sereal mengakibatkan transport fotosintat ke biji menjadi kurang optimal sehingga mempengaruhi ukuran biji. Tujuan penulisan paper ini yaitu mempelajari pengaruh boron terhadap viabilitas polen dan hasil pada beberapa tanaman.

II.  PERANAN BORON TERHADAP VIABILITAS POLEN

Boron berperan dalam mendukung fertilitas pollen yaitu dengan meningkatkan daya kecambah tabung polen sehingga fertilisasi (pembuahan) dapat terjadi (Marschner, 2012). Menurut Rerkarsem et al. (1997) kekurangan boron mengakibatkan bunga jantan steril karena fertilitas polen yang menurun sehingga produksi biji rendah. Boron memiliki fungsi yang sangat penting di dalam tanaman yang berkaitan langsung dengan pencapaian produktivitas tanaman yaitu pengaruhnya terhadap pembungaan, perkecambahan, dan pertumbuhan tabung polen (Havlin et al, 2005). Boron berperan dalam siklus reproduksi tanaman antara lain dalam produksi dan perkecambahan polen (Blevins and Lukaszewski, 1998).
Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap viabilitas polen bunga matahari dalam menanggapi penggunaan boron (B) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1 dan Gambar 1). Varietas bunga matahari yang ditanam pada tanah rendah B (tanpa tambahan B) menunjukkan viabilitas polen yang rendah, sedangkan pemberian B menyebabkan peningkatan viabilitas polen. Ketika pemberian B ditingkatkan dari 0 hingga 9,38 kg B ha-1, viabilitas serbuk sari meningkat dari 71,93 menjadi 98,33%. Ini memberikan peningkatan relatif 34,76 dan 19,83% dibandingkan kontrol untuk varietas S473 dan Pasifik 77, masing-masing. Viabilitas serbuk sari dari varietas S473 meningkat menjadi 96,93% pada 9,38 kg B ha-1 setelah itu ada penurunan pada viabilias serbuk sari dengan peningkatan lebih lanjut dalam tingkat B. Namun, viabilitas serbuk sari dari varietas Pasifik 77 meningkat hingga 98,0% pada 6,25 B ha-1 dan tidak menurun dengan peningkatan lebih lanjut dalam tingkat B. Namun, efek negatif dari viabilitas serbuk sari yang diamati ketika tingkat B di tanah meningkat hingga 12,50 kg ha-1 pada varietas S473.

Tabel 1. Pengaruh dari pemberian boron (B) pada viabilitas polen, kumpulan biji, konsentrasi B daun dan serapan B varietas bunga matahari S473 dan Pacific 77
 
Sumber : Krudnak et al., (2013)

Hasil analisis regresi (Gambar 1) menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari dapat digunakan untuk prediksi tingkat optimal B untuk bunga matahari yang ditanam di tanah lempung berpasir (R2 > 70%). Tingkat pemberian B yang optimal ditentukan dari kisaran pemberian B yang memberikan 98% dari viabilitas pollen maksimum berkisar antara 5,6 hingga 11,3 kg B ha-1 untuk varietas Pasifik 77 dan 5,7 hingga 10,4 kg B ha-1 untuk varietas S473.
 
 


Gambar 1. Hubungan antara viabilitas polen dan tingkat pemberian boron (B) (Krudnak   et al., 2013).

Kekurangan boron menyebabkan perkembangan anther yang buruk, perkembangan polen, kesuburan floret dan kumpulan biji rendah (Cheng and Rerkasem, 1993; Rerkasem et al., 1993; Huang et al., 2000). Rerkasem et al., (1997) juga menemukan bahwa B mempengaruhi organ reproduksi jantan.
Kekurangan boron menyebabkan sterilitas floret yang terutama disebabkan oleh polen steril. Dalam penelitian ini, ada korelasi yang tinggi antara viabilitas serbuk sari dan kumpulan biji, tetapi viabilitas serbuk sari lebih responsif terhadap aplikasi B daripada kumpulan biji yang ditetapkan pada kedua varietas. Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan biji pada bunga matahari, seperti defisiensi B, defisit air dan suhu tinggi. Dalam banyak kasus, defisiensi B dikaitkan dengan induksi sterilitas serbuk sari dan kumpulan biji rendah dan dampaknya dapat diperburuk oleh faktor lingkungan.
Hasil penelitian Garg et al., (1979) pemberian boron (B) terhadap viabilitas polen pada tanaman padi (Tabel 2) menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan, dimana kemampuan perkecambahan dari ukuran dan kesuburan butiran polen jauh meningkat sebagai hasil dari pemberian boron, maksimal berada pada konsentrasi 2,5 ppm. Konsentrasi boron yang lebih tinggi yaitu 5 ppm mengalami penghambatan.

Tabel 2. Pengaruh boron (B) terhadap vitalitas polen pada tanaman padi (Oryza sativa L. var. Jaya); 5 ulangan; rata-rata 5 tanamn dalam setiap kosentrasi
 
Signifikan pada taraf 1% (Garg et al., 1979)

Telah dilaporkan bahwa boron juga merangsang aktivitas enzimatik dan metabolisme nitrogen yang mungkin terkait dengan perbaikan dalam kesuburan dan pertumbuhan polen (Wallace, 1961). Dosis boron yang tinggi menyebabkan respirasi yang tinggi dan penurunan dalam aktivitas enzimatik pada tingkat sel dan selanjutnya mempengaruhi translokasi dan ketersediaan gula (Garg et al., 1971). Ini mungkin menunjukkan bahwa kelebihan unsur apa pun dapat melukai protoplasma atau mengganggu reaksi vital di tingkat sel (Wallace, 1961). Tentu saja, kondisi seperti itu akan menyebabkan kerusakan fisiologis dan mempengaruhi vitalitas polen.
Namun sebaliknya pada hasil penelitian Cheng and Rekasem, (1993) tidak ada pengaruh besar dari perlakuan boron (B) terhadap panjang anther atau jumlah polen per anther atau persentase polen dengan reaksi positif terhadap iodin baik dalam genotip gandum toleran terhadap defisiensi B (Sonora 64) atau sensitif terhadap defisiensi B (SW 41) (Tabel 3). Sedangkan penambahan B dalam media dapat meningkatkan persentase polen dan panjang tabung polen seiring dengan meningkatnya tingkat B (Gambar 2).

Tabel 3. Pengaruh perlakuan boron (B) terhadap panjang anther (cm), jumlah polen per anther dan persentase polen diwarnai dengan iodin pada dua genotipe gandum
Sumber : Cheng and Rekasem, (1993)

 
 
Gambar 2. Pengaruh dari pemberian boron (B) pada tanaman (B0, B1, B2, B3 merujuk untuk 0, 0,001, 0,005, 0,020 mg B L-1 larutan nutrisi) dan dalam media (M0, M1, M2 merujuk untuk media dengan 0, 20 dan 100 mg H3BO3 L-1) pada perkecambahan in vitro polen dari genotipe gandum sensitif terhadap defisiensi B (SW 41) dan toleran terhadap defisiensi B (Sonora 64). (A) persentase polen berkecambah, (b) panjang tabung polen berkecambah (Cheng and Rerkasem, 1993).

III.  PERANAN BORON TERHADAP HASIL TANAMAN

Dell and Malajzcuk, (1994) menyatakan jika kekurangan boron pada fase perkembangan biji pada tanaman sereal mengakibatkan transport fotosintat ke biji menjadi kurang optimal sehingga mempengaruhi ukuran biji. Sementara itu Brown and Hu (1994) menyatakan akumulasi senyawa polisakarida (gula) dalam biji mempengaruhi bentuk dan ukuran biji.
Tingkat pemberian boron (B) pada dua varietas bunga matahari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kumpulan biji bunga matahari pada hasil penelitian Krudnak et al., (2013). Kumpulan biji dari kedua varietas meningkat dengan peningkatan pemberian B hingga 9,38 kg B ha-1. Pada varietas Pacific 77 pemberian dengan 6,25 kg B ha-1 memberikan kumpulan biji tertinggi 65,00%, sedangkan varietas S473 tercatat kumpulan biji tertinggi sebesar 72,13% pada 9,38 kg B ha-1. Pemberian B hingga 12,50 kg B ha-1 tidak menghasilkan manfaat lebih lanjut, tetapi cenderung menurunkan persentase kumpulan biji dibandingkan dengan 9,38 kg B ha-1 (Tabel 1)

   Tabel 4. Pengaruh boron (B) pada karakter hasil biji tanaman padi (Oryza sativa L. var. Jaya); 5 ulangan; rata-rata 5 tanaman dalam setiap kosentrasi

Signifikan pada taraf 1% (Garg et al., 1979)

Hasil penelitian Garg et al., (1979) pemberian boron (B) terhadap karakter hasil biji tanaman padi (Tabel 4) juga menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan, hasil biji per tanaman, jumlah biji per malai dan berat 1000 butir jauh meningkat sebagai hasil dari pemberian boron, Konsentrasi maksimal berada pada konsentrasi 2,5 ppm. Konsentrasi boron yang lebih tinggi yaitu 5 ppm mengalami penghambatan. Diduga diberikannya boron dalam larutan nutrisi pada tingkat optimal menginduksi beberapa efek stimulasi pada daya hidup serbuk sari dan dengan demikian meningkatkan hasil biji tanaman padi.

DAFTAR PUSTAKA

Dell, B. and N. Malajczuk. 1994. Boron Deficiency in Euacalypt Plantations in China. Can. J. Forest Resource 24 (193): 2409-2416.

Firoz, Z. A., M.M. Jaman, M.S. Alam, dan M.K. Alam. 2008. Effect of Boron Application on the yield of different varieties of broccoli in hill valley, Bangladesh. J.Agril.Res. 33 (3): 655-657.

Marschner, P. 2012. Mineral Nutrition of Higher Plants. Third Edition. Academic Press. San Diego. p. 239.

Meena, R. S. 2010. Effect of boron on growth, yoeld and quality of tomato (Lycopersicum escelentum Mill) cv Pusa Ruby grown under semi-arid conditions. Int. J. Chem. Eng. Res. 2 (2):167-72.

Rerkarsem, B., S. Lordkaew, and B. Dell. 1997. Boron Requirement for Reproductive Development in Wheat. Plant Nutrition for Sustainable Food Production and Environment.

Sharma, S. K. 1999, ‘Effect of boron and calcium on seed production of bell pepper (Capsicum annuum L.)’, Veg. Sci., vol. 26, pp. 87-8. Blevins, DG & Lukaszewski, KM 1998, ‘Boron in plant structure and function’, Annu. Rev. Plant Physiol., no. 49, pp. 481-500.

Shivanna, K. R. and Sawhney, V. K. 1997, ‘Pollen biology and pollen biotechnology: an introduction’, in Shivanna, KR & Sawhney, VK (eds.), Pollen biotechnology for crop production and improvement., Cambridge University Press, Cambridge, pp. 1-12.

Tidak ada komentar: