PERANAN BORON TERHADAP VIABILITAS
POLEN DAN HASIL TANAMAN
I. PENDAHULUAN
Ketersediaan nutrisi
makro dan mikro sangat penting bagi tanaman. Salah satu unsur mikro yaitu boron
(B) berperan dalam meningkatkan fertilitas polen sehingga ovule dapat dibuahi
dan embrio yang tumbuh akan berkembang menjadi biji (Dell and Malajzcuk 1994). Polen
yang viabel merupakan syarat untuk pembentukan biji (Shivanna and Sawhney, 1997).
Salah satu usaha untuk memperbaiki pembentukan biji dapat dilakukan melalui
peningkatan viabilitas polen.
Marschner, (2012) mengemukakan
bahwa
boron berperan dalam mendukung
fertilitas pollen yaitu dengan meningkatkan daya kecambah tabung polen sehingga
fertilisasi (pembuahan) dapat terjadi. Menurut Rerkarsem et al. (1997)
kekurangan boron mengakibatkan bunga jantan steril karena fertilitas polen yang
menurun sehingga produksi biji rendah. Boron memiliki fungsi
yang sangat penting di dalam tanaman yang berkaitan langsung dengan pencapaian
produktivitas tanaman yaitu pengaruhnya terhadap pembungaan, perkecambahan, dan
pertumbuhan polen (Havlin et al, 2005). Boron berperan dalam siklus reproduksi
tanaman antara lain dalam produksi dan perkecambahan polen (Blevins and
Lukaszewski, 1998).
Penelitian tentang viabilitas polen dan pertumbuhan
tabung polen yang meningkat dengan pemupukan boron telah diteliti pada tanaman
padi (Garg et al., 1979). Demikian
juga pada tanaman lain seperti tanaman tomat (Meena, 2010), brokoli (Firoz et al., 2008) dan gandum (Rerkarsem et al., 1997). Garg et al. (1979) menyatakan
bahwa perbaikan viabilitas polen pada tanaman padi merupakan efek stimulasi
boron dalam meningkatkan ketersediaan gula, aktivitas enzimatik, dan respirasi
yang diperlukan untuk perbaikan pertumbuhan polen.
Rerkasem et al. (1997)
menyatakan bahwa aplikasi boron dengan konsentrasi yang berbeda mempengaruhi
perkembangan organ reproduksi yaitu bunga. Pertumbuhan dan perkembangan organ
reproduksi tidak lepas dari peran boron dalam proses fisiologis tanaman seperti
penyusun struktur dinding sel, proses lignifikasi dan menjaga permeabilitas membran
plasma (Dell and Malajzcuk, 1994). Kekurangan boron pada fase generatif
menyebabkan dinding sel yang terbentuk di organ reproduksi tipis, rapuh dan
menyebabkan penurunan fungsi mekanis sehingga mengakibatkan bakal bunga gugur.
Perkembangan dinding sel yang abnormal akibat kekurangan boron menyebabkan
kematian sel. Boron berperan penting sebagai penyusun dinding sel karena
berikatan dengan senyawa polisakarida (gula) rhamnogalacturonan II membentuk
pektin dinding sel (Marschner, 2012).
Sementara itu Brown and
Hu, (1994) mengemukakan boron pada dinding sel berperan mendukung penyusunan
senyawa polimer (selulosa dan hemiselulosa), transport enzim penyusun dinding
sel dan senyawa polimer dari protoplasma ke dalam dinding sel. Boron berfungsi
menyusun membran plasma dinding sel dengan menjaga permeabilitas dinding sel
(Marschner, 2012). Selain itu boron dalam tanaman berperan dalam mengatur
metabolisme fenol dan aktivitas auksin (IAA) (Cakmak et al., 1995).
Kekurangan boron dapat meningkatkan akumulasi fenol sehingga menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya pada fase generatif.
Dell and Malajzcuk
(1994) menyatakan jika kekurangan boron pada fase perkembangan biji pada
tanaman sereal mengakibatkan transport fotosintat ke biji menjadi kurang
optimal sehingga mempengaruhi ukuran biji. Tujuan
penulisan paper ini yaitu mempelajari pengaruh boron terhadap viabilitas polen
dan hasil pada beberapa tanaman.
II. PERANAN BORON TERHADAP VIABILITAS POLEN
Boron berperan dalam
mendukung fertilitas pollen yaitu dengan meningkatkan daya kecambah tabung
polen sehingga fertilisasi (pembuahan) dapat terjadi (Marschner, 2012). Menurut
Rerkarsem et al. (1997) kekurangan boron mengakibatkan bunga jantan
steril karena fertilitas polen yang menurun sehingga produksi biji rendah. Boron
memiliki fungsi yang sangat penting di dalam tanaman yang berkaitan langsung
dengan pencapaian produktivitas tanaman yaitu pengaruhnya terhadap pembungaan,
perkecambahan, dan pertumbuhan tabung polen (Havlin et al, 2005). Boron
berperan dalam siklus reproduksi tanaman antara lain dalam produksi dan
perkecambahan polen (Blevins and Lukaszewski, 1998).
Terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap viabilitas polen bunga matahari dalam
menanggapi penggunaan boron (B) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1 dan Gambar
1). Varietas bunga matahari yang ditanam pada tanah rendah B (tanpa tambahan B)
menunjukkan viabilitas polen yang rendah, sedangkan pemberian B menyebabkan
peningkatan viabilitas polen. Ketika pemberian B ditingkatkan dari 0 hingga
9,38 kg B ha-1, viabilitas serbuk sari meningkat dari 71,93 menjadi
98,33%. Ini memberikan peningkatan relatif 34,76 dan 19,83% dibandingkan
kontrol untuk varietas S473 dan Pasifik 77, masing-masing. Viabilitas serbuk
sari dari varietas S473 meningkat menjadi 96,93% pada 9,38 kg B ha-1
setelah itu ada penurunan pada viabilias serbuk sari dengan peningkatan lebih
lanjut dalam tingkat B. Namun, viabilitas serbuk sari dari varietas Pasifik 77
meningkat hingga 98,0% pada 6,25 B ha-1 dan tidak menurun dengan
peningkatan lebih lanjut dalam tingkat B. Namun, efek negatif dari viabilitas
serbuk sari yang diamati ketika tingkat B di tanah meningkat hingga 12,50 kg ha-1
pada varietas S473.
Tabel 1. Pengaruh dari pemberian boron (B)
pada viabilitas polen, kumpulan biji, konsentrasi B daun dan serapan B varietas
bunga matahari S473 dan Pacific 77
Sumber
: Krudnak et al., (2013)
Hasil
analisis regresi (Gambar 1) menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari dapat
digunakan untuk prediksi tingkat optimal B untuk bunga matahari yang ditanam di
tanah lempung berpasir (R2 > 70%). Tingkat pemberian B yang
optimal ditentukan dari kisaran pemberian B yang memberikan 98% dari viabilitas
pollen maksimum berkisar antara 5,6 hingga 11,3 kg B ha-1 untuk varietas
Pasifik 77 dan 5,7 hingga 10,4 kg B ha-1 untuk varietas S473.
Gambar 1. Hubungan antara viabilitas
polen dan tingkat pemberian boron (B) (Krudnak et al.,
2013).
Kekurangan
boron menyebabkan perkembangan anther yang buruk, perkembangan polen, kesuburan
floret dan kumpulan biji rendah (Cheng and Rerkasem, 1993; Rerkasem et al., 1993; Huang et al., 2000). Rerkasem et
al., (1997) juga menemukan bahwa B mempengaruhi organ reproduksi jantan.
Kekurangan boron menyebabkan
sterilitas floret yang terutama disebabkan oleh polen steril. Dalam penelitian
ini, ada korelasi yang tinggi antara viabilitas serbuk sari dan kumpulan biji, tetapi
viabilitas serbuk sari lebih responsif terhadap aplikasi B daripada kumpulan biji
yang ditetapkan pada kedua varietas. Banyak faktor yang mempengaruhi
pembentukan biji pada bunga matahari, seperti defisiensi B, defisit air dan
suhu tinggi. Dalam banyak kasus, defisiensi B dikaitkan dengan induksi
sterilitas serbuk sari dan kumpulan biji rendah dan dampaknya dapat diperburuk
oleh faktor lingkungan.
Hasil
penelitian Garg et al., (1979) pemberian
boron (B) terhadap viabilitas polen pada tanaman padi (Tabel 2) menunjukkan pengaruh
yang sangat signifikan, dimana kemampuan perkecambahan dari ukuran dan
kesuburan butiran polen jauh meningkat sebagai hasil dari pemberian boron,
maksimal berada pada konsentrasi 2,5 ppm. Konsentrasi boron yang lebih tinggi
yaitu 5 ppm mengalami penghambatan.
Tabel 2. Pengaruh boron (B) terhadap
vitalitas polen pada tanaman padi (Oryza
sativa L. var. Jaya); 5 ulangan; rata-rata 5 tanamn dalam setiap kosentrasi
Signifikan pada taraf
1% (Garg et al., 1979)
Telah dilaporkan bahwa boron juga merangsang
aktivitas enzimatik dan metabolisme nitrogen yang mungkin terkait dengan
perbaikan dalam kesuburan dan pertumbuhan polen (Wallace, 1961). Dosis boron
yang tinggi menyebabkan respirasi yang tinggi dan penurunan dalam aktivitas
enzimatik pada tingkat sel dan selanjutnya mempengaruhi translokasi dan
ketersediaan gula (Garg et al.,
1971). Ini mungkin menunjukkan bahwa kelebihan unsur apa pun dapat melukai
protoplasma atau mengganggu reaksi vital di tingkat sel (Wallace, 1961). Tentu
saja, kondisi seperti itu akan menyebabkan kerusakan fisiologis dan
mempengaruhi vitalitas polen.
Namun
sebaliknya pada hasil penelitian Cheng and Rekasem, (1993) tidak ada pengaruh
besar dari perlakuan boron (B) terhadap panjang anther atau jumlah polen per
anther atau persentase polen dengan reaksi positif terhadap iodin baik dalam
genotip gandum toleran terhadap defisiensi B (Sonora 64) atau sensitif terhadap
defisiensi B (SW 41) (Tabel 3). Sedangkan penambahan B dalam media dapat
meningkatkan persentase polen dan panjang tabung polen seiring dengan
meningkatnya tingkat B (Gambar 2).
Tabel
3. Pengaruh perlakuan boron (B) terhadap panjang anther (cm), jumlah polen per
anther dan persentase polen diwarnai dengan iodin pada dua genotipe gandum
Sumber
: Cheng and
Rekasem, (1993)
Gambar 2. Pengaruh dari pemberian boron (B)
pada tanaman (B0, B1, B2, B3 merujuk untuk 0, 0,001, 0,005, 0,020 mg B L-1 larutan
nutrisi) dan dalam media (M0, M1, M2
merujuk untuk media dengan 0, 20 dan 100 mg H3BO3 L-1)
pada perkecambahan in vitro polen dari genotipe gandum sensitif terhadap
defisiensi B (SW 41) dan toleran terhadap defisiensi B (Sonora 64). (A)
persentase polen berkecambah, (b) panjang tabung polen berkecambah (Cheng and Rerkasem,
1993).
III. PERANAN BORON TERHADAP HASIL TANAMAN
Dell and Malajzcuk,
(1994) menyatakan jika kekurangan boron pada fase perkembangan biji pada
tanaman sereal mengakibatkan transport fotosintat ke biji menjadi kurang
optimal sehingga mempengaruhi ukuran biji. Sementara itu Brown and Hu (1994)
menyatakan akumulasi senyawa polisakarida (gula) dalam biji mempengaruhi bentuk
dan ukuran biji.
Tingkat
pemberian boron (B) pada dua varietas bunga matahari memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kumpulan biji bunga matahari pada hasil penelitian Krudnak
et al., (2013). Kumpulan biji dari
kedua varietas meningkat dengan peningkatan pemberian B hingga 9,38 kg B ha-1.
Pada varietas Pacific 77 pemberian dengan 6,25 kg B ha-1 memberikan
kumpulan biji tertinggi 65,00%, sedangkan varietas S473 tercatat kumpulan biji
tertinggi sebesar 72,13% pada 9,38 kg B ha-1. Pemberian B hingga
12,50 kg B ha-1 tidak menghasilkan manfaat lebih lanjut, tetapi cenderung
menurunkan persentase kumpulan biji dibandingkan dengan 9,38 kg B ha-1
(Tabel 1)
Tabel 4. Pengaruh boron (B) pada karakter hasil biji tanaman padi
(Oryza sativa L. var. Jaya); 5
ulangan; rata-rata 5 tanaman dalam setiap kosentrasi
Signifikan pada taraf
1% (Garg et al., 1979)
Hasil penelitian Garg et al., (1979) pemberian boron (B)
terhadap karakter hasil biji tanaman padi (Tabel 4) juga menunjukkan pengaruh yang sangat
signifikan, hasil
biji per tanaman, jumlah biji per malai dan berat 1000 butir jauh meningkat
sebagai hasil dari pemberian boron, Konsentrasi maksimal berada pada
konsentrasi 2,5 ppm. Konsentrasi boron yang lebih tinggi yaitu 5 ppm mengalami
penghambatan. Diduga diberikannya boron dalam larutan nutrisi pada tingkat
optimal menginduksi beberapa efek stimulasi pada daya hidup serbuk sari dan
dengan demikian meningkatkan hasil biji tanaman padi.
DAFTAR PUSTAKA
Dell, B. and N. Malajczuk. 1994. Boron Deficiency in Euacalypt
Plantations in China. Can. J. Forest Resource 24 (193): 2409-2416.
Firoz, Z. A.,
M.M. Jaman, M.S. Alam, dan M.K. Alam. 2008. Effect of Boron Application on the
yield of different varieties of broccoli in hill valley, Bangladesh. J.Agril.Res. 33 (3): 655-657.
Marschner, P. 2012. Mineral Nutrition of
Higher Plants.
Third Edition. Academic Press. San Diego. p. 239.
Meena, R. S.
2010. Effect of boron on growth, yoeld and quality of tomato (Lycopersicum escelentum Mill) cv Pusa
Ruby grown under semi-arid conditions. Int. J.
Chem. Eng. Res. 2 (2):167-72.
Rerkarsem, B., S. Lordkaew, and B. Dell. 1997. Boron
Requirement for Reproductive Development in Wheat. Plant Nutrition for
Sustainable Food Production and Environment.
Sharma, S. K.
1999, ‘Effect of boron and calcium on seed production of bell pepper (Capsicum
annuum L.)’, Veg. Sci., vol. 26, pp. 87-8. Blevins, DG & Lukaszewski,
KM 1998, ‘Boron in plant structure and function’, Annu. Rev. Plant Physiol.,
no. 49, pp. 481-500.
Shivanna, K. R.
and Sawhney, V. K. 1997, ‘Pollen biology and pollen biotechnology: an
introduction’, in Shivanna, KR & Sawhney, VK (eds.), Pollen biotechnology for crop production
and improvement., Cambridge University Press, Cambridge, pp.
1-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar